Batam, titikjurnal.com-Sudirman Saad kembali dipercaya untuk memegang jabatan strategis di Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP Batam).
Pada Rabu, 12 Maret 2025, Sudirman resmi ditunjuk sebagai Deputi Bidang Kebijakan Strategis dan Perizinan BP Batam, melanjutkan perjalanan panjangnya dalam memimpin lembaga tersebut.
Penunjukan ini terjadi di bawah kepemimpinan Amsakar Ahmad dan Li Claudia Candra, yang melanjutkan estafet kepemimpinan BP Batam.
Sudirman Saad bukanlah nama baru di BP Batam. Sejak 2019, ia telah dipercaya memegang berbagai posisi kunci. Di era kepemimpinan Muhammad Rudi, Sudirman ditunjuk sebagai Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam.
Kemudian, di bawah kepemimpinan Amsakar Ahmad dan Li Claudia Candra, ia kembali dipercaya untuk memimpin di bidang yang berbeda, yakni Kebijakan Strategis dan Perizinan.
Sudirman Saad adalah sosok yang memiliki rekam jejak panjang di dunia pemerintahan dan akademik. Ia merupakan alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI PPRA XLV.
Latar belakang pendidikannya pun sangat kuat, dengan gelar S1 Ilmu Hukum dari Universitas Hasanuddin, S2 dan S3 Ilmu Hukum dari Universitas Gajah Mada.
Selain itu, Sudirman telah menerima berbagai penghargaan atas dedikasinya, termasuk Satya Lancana Karya Satya 10 Tahun dan 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia. Pengalamannya di berbagai lembaga pemerintahan juga patut diacungi jempol.
Ia pernah menjabat sebagai Anggota Komite Pesisir Pemprov DKI Jakarta (2018-2019), Komisaris Utama PT Garam (2015-2017), Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil di Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010-2015), serta berbagai posisi strategis lainnya di kementerian yang sama.
Tidak hanya di pemerintahan, Sudirman juga aktif di dunia akademik. Sejak 1987 hingga sekarang, ia menjadi dosen di Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Baru-baru ini, Sudirman Saad mengungkapkan pandangannya tentang sejarah dan perkembangan Otorita Batam dalam sebuah diskusi publik. Menurutnya, sejak dibentuk pada 1971, Otorita Batam tidak ditujukan untuk permukiman, melainkan sebagai kawasan industri dan pariwisata.
“Seluruh tanah di wilayah Otorita Batam menjadi hak pengelolaan Otorita Batam,” tegas Sudirman dalam diskusi yang membahas Konflik Pertanahan dan Penanganan Dampak Sosial Proyek Strategis Nasional Pulau Rempang.
Ia menjelaskan bahwa hak pengelolaan tersebut mencakup Pulau Batam, Pulau Galang, Pulau Rempang, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Bahkan setelah Otorita Batam berubah menjadi BP Batam, hak pengelolaan tersebut tetap tidak berubah.
Sudirman juga menyoroti peran penting BJ Habibie, yang pernah menjabat sebagai Kepala Otorita Batam. Menurutnya, Habibie telah memberikan kontribusi besar dengan membangun enam jembatan yang menghubungkan pulau-pulau di Batam.
Jembatan-jembatan tersebut dinamai berdasarkan tokoh-tokoh Melayu, seperti Raja Ali Haji, sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya Melayu. “Jadi tidak benar bahwa Pemerintah tidak memperhatikan Suku Melayu,” ujarnya.